Sambal Goreng

Nasi Kotak

Nasi Kotak disinyalir bermula ketika masyarakat Nusantara yang terkenal sebagai masyarakat yang berjiwa sosial tinggi (ini tercermin dari kegemaran masyarakat untuk berkumpul / berkelompok dan melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama yang telah terbentuk berabad-abad sebelum peradaban Hindu Budha masuk ke Indonesia) dimana Masyarakat Nusantara yang agraris dan sosialis pada waktu itu biasa mengadakan kegiatan ritual sembahyang (sembahyang dibentuk dari 2 kata yaitu ~Sembah~ dan ~Hyang~, ~Hyang~ diartikan sebagai Dewa atau yang Maha Berkuasa atas seluruh Alam. Sehingga sembahyang dapat diartikan sebagai kegiatan penyembahan kepada Sang Maha Kuasa) secara bersama-sama. Ritual sembahyang tersebut biasanya disertai dengan memberikan ~Sajen~ (sesajian) berupa hasil olahan hasil bumi setempat sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap limpahan kemakmuran yang dianugrahkan Sang Maha Kuasa kepada mereka.
Setelah acara ritual sembahyang tersebut selesai biasanya ~Sajen~ bawaan mereka yang telah dikumpulkan tersebut kemudian saling ditukar dan kemudian dibagikan kepada para peserta ritual tersebut sebagai bawaan atau Berkat.
Dahulu Berkat tersebut dikemas dengan menggunakan sebuah wadah kotak yang terbuat dari daun pisang atau daun nangka yang dibentuk dengan menggunakan lidi yang diruncingkan atau menggunakan kotak yang terbuat dari anyaman bambu atau yang biasa pula disebut dengan ~Besek~. Di kemudian hari, Berkat / Bawaan yang dibagi-bagikan tersebut kemudian disebut juga dengan ~Nasi Berkat~ atau ~Nasi Besek~).
Setelah pengaruh Islam masuk dan menyebar luas di Indonesia antara abad 12 — 15 peradaban dan adat istiadat dari masyarakat Hindu Budha tersebut tidak begitu saja ditanggalkan. Namun oleh para Ulama Islam waktu itu peradaban Hindu Budha tersebut banyak yang diadopsi dan tetap dilestarikan sehingga terjadilah akulturasi peradaban antara peradaban Hindu Budha dan peradaban Islam di kemudian hari.
Begitu juga dengan Nasi Berkat atau Nasi Besek yang telah lama ada, keberadaan Nasi Berkat atau Nasi Besek tersebut pun tetap dilestarikan oleh para Ulama Islam di masa itu. Hanya saja di era peradaban Islam tersebut penggunaannya mulai digunakan untuk tujuan lain seperti Nasi Berkat untuk pengajian, Nasi Berkat untuk Tahlilan, Nasi Berkat untuk Selamatan, Nasi Berkat untuk Syukuran dan lain sebagainya.
Setelah Kardus dapat diproduksi secara masal dan didistribusikan ke segala penjuru maka di era modern ini Nasi Berkat tidak lagi menggunakan daun pisang, daun nangka ataupun anyaman bambu (besek) namun kemasannya pun telah digantikan oleh kemasan Kardus dan sebutannya pun telah berubah menjadi Nasi Kotak, Nasi Kardus (karena kemasannya menggunakan kotak dari kardus) atau Nasi Box (Box = Kotak) dan bukan lagi Nasi Berkat.
Penggunaannya pun tidak lagi sekedar hanya untuk acara keagamaan atau acara kendurian semata namun telah digunakan untuk keperluan-keperluan sehari-hari dan acara-acara khusus seperti Nasi Kotak untuk arisan, Nasi Kotak untuk ulang tahun, Nasi Kotak untuk acara syukuran, Nasi Kotak untuk selamatan, Nasi Kotak untuk acara Pertemuan-Pertemuan Khusus, Nasi Kotak untuk konsumsi seminar, Nasi Kotak untuk Konsumsi rapat, Nasi Kotak untuk acara Piknik, Nasi Kotak untuk Konsumsi acara Liburan atau Study Tour, Nasi Kotak untuk makan siang Karyawan, Nasi Kotak untuk acara Resepsi Pernikahan dan lain sebagainya.
Terlebih lagi ketika Stereo Foam diketemukan dan berhasil diproduksi secara massal, tak ayal lagi penggunaan Kardus sebagai pembungkus Nasi Kotak pun mulai tergantikan oleh Stereo Foam dan penggunaan Kardus sebagai pembungkus Nasi Kotak pun semakin berkurang.
Stereo Foam banyak dipilih untuk digunakan sebagai kemasan Nasi Kotak karena bahan Stereo Foam yang dapat menahan panas yang terkandung dalam makanan, sehingga makanan akan tetap hangat untuk waktu yang lebih lama dibandingkan bila Nasi Kotak tersebut dikemas dengan menggunakan kardus. Selain itu Kotak dari Stereo foam bobotnya juga jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan Kotak yang terbuat dari Kardus. Di samping itu penggunaan Stereo foam juga dinilai lebih ekonomis karena harga Stereo Foam jauh lebih murah sebagai kemasan Nasi Kotak bila dibandingkan dengan Harga Beli Kardus yang tentunya jauh lebih mahal. Tentu hal ini akan sangat mengurangi beban biaya untuk kemasan Nasi Kotak yang mesti dikeluarkan untuk setiap acara yang hendak diselenggarakan.
Namun seiring dengan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan kelestarian akan lingkungan, maka saat ini penggunaan stereo foam sebagai kemasan Nasi Kotak pun lebih banyak dikurangi (bahkan dihindari) karena stereo foam tidak ramah lingkungan (disinyalir untuk mengembalikan Stereo Foam ke unsur-unsur pembentuknya Alam memerlukan waktu ratusan tahun. Ini tentu jauh lebih lama bila dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh alam untuk menguraikan kardus yang hanya membutuhkan waktu puluhan tahun.), selain itu penggunaan Stereo Foam sebagai kemasan Nasi Kotak juga dinilai lebih rapuh (mudah patah, terkoyak atau rusak) dalam proses pengiriman Nasi Kotak tersebut.
Selain itu kemasan stereo foam untuk Nasi Kotak juga dianggap tidak sehat karena tekstur bahan stereo foam disinyalir dapat bereaksi secara kimiawi terhadap minyak, bumbu-bumbu dan bahan-bahan makanan tertentu sehingga hasil reaksi kimiawi tersebut ditakutkan dapat larut dan bercampur ke dalam makanan dan menjadi Toksin (zat racun) yang berbahaya untuk organ-organ penting di dalam tubuh.
Setelah Menimbang akan kemungkinan efek negatif yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan kemasan stereo foam tersebut pada makanan, maka masyarakat pun kembali menggunakan kemasan kotak kardus sebagai pembungkus Nasi Kotak untuk menghindari efek negatif tersebut.

Komentar